Senin, 09 Februari 2009

Urgentisitas Ilmu dengan Manusia

Secara bahasa al ‘ilmu bermakna al-yakin atau al-ma’rifah.[1]

Secara istilah

Artinya: mengetahui pengetahuan atas sesuatu yang sedang terjadi”dan maksud dari lafal ma’lum dalam pengertian ilmu secara istilah yaitu:


Artinya: “sesuatu(pengetahuan) yang dari timbulnya (wataknya) diketahui keberadaannya ataupun tidak.

Lafal ma’lum sendiri musytaqun dari ilmu, yang mana seseorang tak akan mengetahui suatu pengetahuan kecuali setelah mengetahui ilmu terlebih dahulu serta tidak akan mengetahui ilmunya kecuali setelah melihat pengetahuannya.sedang menurut al-Ghozali ma’lum atau obyek ilmu adalah dzat sesuatu yang ilmunya terukir dalam jiwa. ma’lum atau obyek ilmu juga dapat menentukan kemuliaan suatu ilmu secara hakiki maupun kemuliaan yang bathil. Missal ilmu tauhid dianggap ilmu yang paling mulia karena mengkaji ilmu yang untuk mengenal Allah.kemudian ilmu sihir yang tergolong bathil dianggap mulia karena menerangi kebodohan.

Adapun ilmu menurut al-Ghazali adalah penggambaran jiwa yang berbicara (an-nafs an-nathiqoh) dan jiwa yang tenang menghadapi hakekat berbagai hal. Adapun penggambaran tersebut terlepas dari materi-materi, baik inti, kualitas, kuantitas, substansi, maupun dzatnya, jika penggambaran –penggambaran itu mufrodah. Dalam kamus besar Indonesia ilmu berarti: “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu”[2].contoh “dia memperoleh gelar sarjana hukum islam artinya orang tersebut telah mampu mengusai konsep-konsep atau pengetahuan untuk menjalankan serta menegakkan hukum islam.sedangkan menurut penulis bahwasanya ilmu itu suatu alat untuk menggapai suatu kebahagiaan baik kebahagiaan yang diridloi Allah maupun tidak. Yang pertama kebahagiaan yang diridloi Allah meliputi kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan di akhirat Sebagaimana perkataan Umar ra,”barang siapa menceritakan sebuah hadits, lalu diamalkan, maka ia mendapat pahala seperti pahala amal itu”. begitu juga hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal dalam masalah pengajaran dan mempelajari ilmu. ”belajarlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan dan menuntut ilmu adalah ibadah, pengkajiannya adalah seperti tasbih, penyelidikannya seperti jihad, pengajarannya adalah sedekah dan pemberiaannya kepada ahlinya adalah pendekatan diri kepada Allah. Ilmu adalah penghibur dikala kesepian, teman diwaktu menyendiri dan petunjuk dikala senang dan susah. Ia adalah pembantu dan teman yang baik dan penerang jalan kesurga”.firman Allah dalam Qs. Al-mujadilah: 11:

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al mujadillah : 11)

Ibnu Abbas berkata bahwa para ulama mempunyai derajat-derajat diatas orang-orang mukmin sebanyak 700 derajat,, jarak antara dua derajat adalah perjalanan 500 tahun. Sedangkan yang kedua yaitu kebahagian di dunia tapi tidak di akhirat, adapun analogi dari kebahagian yang tidak diridloi Allah ialah kebahagian seoarang pencuri yang tidak ketahuan atau seorang ilmuwan yang mencari ilmu supaya menjadi terpandang dimata manusia, bisa duduk bersama para pejabat, membanggakan diri didepan para pakar serta mengeruk harta.

Oleh : H.Abdurrohman Al-asy'ari,S.H.I,Alh (Kepala SMP TAKHASSUS AL-QUR'AN WONOSOBO0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar